“Menuntut Pertanggungjawaban Dampak Multidimensi Atas Kabut Asap di Kalimantan Tengah”
Jakarta (15/12/2021) – Koalisi Indonesia bebas Asap (KIBAS) menyerahkan petisi “Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) Segera Melakukan Investigasi Terhadap Perusahaan Penyebab Krisis Kabut Asap dan Perubahan Iklim Untuk Bertanggung Jawab Dalam Melakukan Pemulihan”pada Rabu, 15 Desember 2021 pukul 10.30, berlokasi di Gedung Kantor Komnas HAM, Jl. Latuharhari No.4-B, RT.1/RW.4, Menteng, Jakarta Pusat. Petisi yang diajukan oleh ELSAM, JPIC Kalimantan, AURIGA Nusantara, Komunitas Sahabat Hukum Tamuan Bangkal (Kalimantan Tengah), Komunitas Korban Asap Kuala Kuayan (Kalimantan Tengah) ini didukung oleh 16 organisasi dan 239 individu diantaranya korban terdampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2015 silam.
Tentu kita sadar bahwa ketentuan tentang hak untuk memperoleh udara bersih tertuang dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketentuan ini secara khusus memberikan warga negara jaminan atas lingkungan yang bersih, termasuk di dalamnya untuk dapat bernapas secara lancar tanpa sakit di kerongkongan dan dada. Namun, konsesi lahan sawit dan operasi perusahaan lainnya yang secara konstan membakar hutan pada tahun 2015, menyebabkan Indonesia mengalami krisis kabut asap terparah dalam hampir dua dekade. Pembakaran ini mencapai lebih dari 2,6 juta hektar atau lebih dari 4,5 kali luas Pulau Bali sejak bulan Juni hingga Oktober 2015 (WRI Indonesia: 2017) yang mana 869.754 hektar yang terbakar merupakan lahan gambut (Asia Foundation & Perkumpulan Skala: 2015).
Luasan area terbakar di Kalimantan Tengah pada 2015-2019 sebesar 809.315,8 ha (Data Sipongi KLHK http://sipongi.menlhk.go.id), kebakaran menyebabkan bencana asap yang begitu dahsyat. Sebaran asap dari area terbakar ini telah merampas hak atas lingkungan hidup yang sehat dan hak untuk bertahan hidup. Ungkapan seorang Ibu, SN, dari Kalimantan Tengah, yang kehilangan putrinya karena infeksi saluran pernapasan akibat asap ekstrem pada bulan Agustus 2015 dapat menjadi salah satu kesaksian akan fakta yang ada:
“Tiga bulan kabut asap itu tebal, kami tak keluar rumah. Rontgen-nya gelap, rongga-rongga tak kelihatan. Asap yang membuat paru-parunya rusak, tak bisa ditolong lagi. Saya buang semua hasil rontgen itu. Sampai sekarang saya tak ikhlas.”[1]
Atas kondisi ini, masyarakat Kalimantan Tengah sudah pernah mengajukan gugatan kepada negara (citizen lawsuit) yaitu Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah, dan DPRD Kalimantan Tengah pada tahun 2015 atas kelalaian menjalankan tugas melindungi warga negara di lingkungan yang sehat. Di dalam Putusan Nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk yang dikuatkan oleh Putusan Tingkat Banding Nomor 36/PDT/2017/PT PLK dan Putusan Tingkat Kasasi pada Mahkamah Agung RI Nomor 3555 K/Pdt/2018 telah dinyatakan bahwa para Tergugat terbukti melawan hukum. Namun, sekalipun pengadilan telah memutuskan bahwa negara bersalah dan menghukum negara untuk bertanggung jawab, penanganan krisis kabut asap secara umum gagal mengungkap aktor-aktor bisnis yang seharusnya turut bertanggung jawab atas Kabut Asap pada tahun 2015-2019. Ini yang menjadikan penanganan permasalahan karhutla secara umum masih tersendat-sendat. Kondisi ini juga yang disoroti oleh Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, dalam pertemuan penyerahan petisi. Ia menyatakan “sistem hukum kita (Indonesia) belum mengatur pelaksanaan putusan yang sudah inkracht”. Ini juga yang menjadi penyebab, sekalipun warga negara menang di pengadilan belum tentu putusan pengadilan tersebut berdampak kepada para korban, ungkapnya.
Berlanjutnya kerusakan lingkungan di Kalimantan Tengah secara khusus dan Indonesia secara umum ini menjadi daftar panjang pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aktor bisnis, yang dengan sengaja dibiarkan oleh negara.
Para Pemohon Petisi mencatat sejumlah bentuk pelanggaran HAM yang terjadi akibat perusakan lingkungan diantaranya: pelanggaran hak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf hidup; hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak mendapatkan pelayanan kesehatan; hak atas pendidikan; hak untuk memperoleh keadilan tanpa diskriminasi; hak atas rasa aman dan sehat serta memperoleh perlindungan dari ancaman atau ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; hak atas pangan; hak atas air dan sanitasi; hak atas perumahan yang layak; dan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Komnas HAM pada gugatan warga negara terdampak kabut asap sebelumnya melalui Citizen Lawsuit di Kalteng turut mendukung perjuangan warga negara dengan mengeluarkan Amicus Curiae. Dalam Amicus Curiae tersebut Komnas HAM telah menyatakan bahwa negara telah melakukan pelanggaran terhadap HAM. Komnas HAM juga memberikan rekomendasi melalui pengadilan agar negara memulihkan hak-hak warga negara terdampak kabut asap, dan sekaligus menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak asasi warga negara sebagai kewajiban HAM negara.
Pada kesempatan penyerahan petisi kali ini, Koalisi Indonesia Bebas Asap disambut oleh dua Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga dan Amiruddin. Merespons petisi yang diajukan, Amiruddin menyampaikan “bahwa bencana asap ini persoalan HAM, Komnas HAM akan mengkaji lebih jauh, kita (Komnas HAM) akan akan melakukan pemantauan” lebih lanjut Amiruddin menyampaikan, “kita (Komnas HAM) akan komunikasikan dengan instansi terkait. Sehingga instansi yang semestinya bertanggung jawab dapat bertindak.” Senada dengan dukungan Amiruddin, Sandrayati juga menyatakan akan mempelajari lebih lanjut dokumen petisi dan akan melakukan audiensi lanjutan kepada masyarakat sipil untuk mengawal pemenuhan hak masyarakat Kalimantan Tengah, “Kami (Komnas HAM) akan mempelajari dokumen petisi ini…” tegas Sandra.
Dalam petisi ini, para pemohon dan pendukung petisi mendorong agar Komnas HAM dapat:
- Melakukan pemantauan maupun pengawalan terhadap pemerintah agar patuh menjalankan eksekusi putusan pengadilan yang telah menyatakan pemerintah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan lalai atas terjadinya krisis kabut asap dan menghukum pemerintah untuk melakukan sejumlah langkah sebagaimana termuat dalam amar putusan;
- Menyelidiki korporasi yang turut bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dalam krisis kabut asap 2015 dan perubahan iklim dengan menjalankan fungsi analisis, edukasi, pengawasan dan mediasi;
- Melakukan penilaian HAM atas badan usaha yang beroperasi di wilayah Indonesia, meliputi penilaian terhadap kebijakan internal badan usaha, uji tuntas HAM, pemberian pemulihan individu dan laporan berkala untuk diperiksa;
- Meminta perusahaan perkebunan sawit dan HTI yang bertanggung jawab dalam krisis kabut asap dan perubahan iklim memberikan pemulihan terhadap semua korban terdampak berdasarkan prinsip seketika (prompt), memadai (adequate), dan efektif (effective). Proses ini harus mengutamakan keadilan bagi korban dan negara harus memastikan prosesnya berjalan tanpa adanya diskriminasi;
- Mengeluarkan rekomendasi untuk pembuat kebijakan dan pembuat undang-undang mengembangkan dan mengadopsi standar objektif yang jelas dan dapat diterapkan untuk pelaporan perusahaan tentang isu-isu HAM terkait dengan lingkungan, dengan perhatian khusus terhadap perubahan iklim saat ini;
- Mengeluarkan rekomendasi agar pembuat kebijakan dan legislator mengembangkan dan mengadopsi mekanisme akuntabilitas yang efektif yang dapat diakses dengan mudah oleh korban perubahan iklim jika terjadi pelanggaran atau ancaman pelanggaran; dan
- Memberitahukan kepada perusahaan/investor dan meminta pengajuan rencana bagaimana pelanggaran atau ancaman akibat dampak perubahan iklim akan dihilangkan dan dicegah di masa depan.
Melihat dampak yang destruktif terhadap kondisi warga negara dan menyebabkan Kalimantan sebagai Provinsi paling tercemar sepanjang September – Oktober 2015, Koalisi Masyarakat Sipil berharap Komnas HAM dapat menjadi pintu untuk perlahan mengembalikan keasrian alam dan lingkungan Kalimantan Tengah.