JAKARTA – Potensi panas bumi di Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia, karena wilayah nya yang strategis, terletak diantara cincin apai atau ring of fire pacific. Namun pemanfaatannya belum maksimal. Selain memerlukan investasi dan biaya eksplorasi yang mahal dan waktu yang lama, isu social juga menjadi salah satu tantangannya. Isu terkini, kegiatan panas bumi mendapatkan banyak kritik, dipersepsikan sebagai kegiatan pertambangan yang mengerikan dan merusak lingkungan, dianggap hanya akan menguntungkan kelompok industri tertentu apalagi setelah UU Cipta Kerja diterbitkan. Hal ini disampaikan Emmy Hafild, Aktivis Lingkungan wanita pada sebuah diskusi virtual bertema Dampak Kecelakaan dari Kasus Sorik Marapi dan Keberlangsungan Kedaulatan Energi Bersih di Indonesia, hari ini (10/02), yang digelar oleh Koalisi Kawali Indonesia Lestari.

“Dulu kami aktivitis berkampanye, salah satu yang kami tentang adalah PLTN karena kami rasa tidak perlu karena kita di Indonesia mempunyai potensi besar untuk panas bumi yang bisa dimanfaatkan. Sekarang ekplorasi panas bumi sudah didorong oleh Pemerintah tetapi persepsinya masih sangat buruk dan salah satu pemicunya karena kejadian di Sorik Marapi”, ujar Emmy, yang dalam diskusi ini bertindak sebagai moderator. Hadir pada diskusi virtual ini, Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana, Direktur Panas Bumi, Harris, Direktur Utama PT. Geo Dipa Energi, Riki Ibrahim dan Direktur Operasi PT. Pertamina Geothermal Energy, Eko Agung Bramantyo.

Dirjen EBTKE, Dadan Kusdian, yang hadir sebagai narasumber, memaparkan kronologi kejadian diduga paparan H2S di wellpad PLTP Sorik Marapi unit II, yang menelan korban jiwa sebanyak 5 orang. Seperti yang sudah disampaikan kepada publik sebelumnya, kronologi kejadian di Sorik Marapi yang dikelola oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), yaitu sebagai berikut:

– Senin, 25 Januari 2021 pukul 11.30 WIB dilakukan persiapan  pembukaan sumur SMP-T02 untuk komisioning PLTP Unit II (15 MW).

– Sekitar pukul 12.00 WIB, tim Welltest mulai membuka sumur SMP T-02 dan muncul kepulan fluida berwarna gelap dari ujung silencer serta bergerak secara horizontal ke area sawah dan ladang selama 3 menit.

– Kemudain muncul uap panas bumi berwarna putih yang mengalir secara vertikal. Sekitar 10 menit kemudian, salah seorang warga menerobos masuk ke area wellpad dan meminta sumur ditutup karena beberapa pingsan di area sawah.

– PT. SMGP segera menghentikan kegiatan well discharge dan melakukan evakuasi warga yang terdampak.

– Kejadian tersebut mengakibatkan korban dari warga sebanyak 5 orang meninggal dan 46 orang menjalani perawatan di RS, 3 orang rawat jalan, dan 1 orang penanganan medis.

Kalau ditanya penyebab kejadian setelah hasil investigasi kami ialah perencanaan yang tidak matang, pelanggaran terhadap prosedur, lemahnya koordinasi antar tim serta sosialisasi ke masyarakat yang tidak memadai. Jika berdasar SNI 8868:2020 maka kejadian tersebut dikategorikan sebagai kejadian berbahaya ketegori berat dan kecelakaan panas bumi ketegori cedera berat”, jelas Dadan. Upaya yang telah dilakukan Kementerian ESDM menindaklanjuti kejadian ini, yaitu menerbitkan surat penghentian sementara dan juga membentuk tim investigasi segera pasca kejadian.

Pada kunjungannya pekan lalu ke Sorik Marapi, Dirjen EBTKE dan tim telah bertemu dan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Bupati Mandailing Natal dan Ketua DPRD, juga bertemu dengan masyarakat, keluarga korban untuk menyampaikan rasa keprihatinan dan bela sungkawa yang mendalam. Termasuk memastikan kewajiban yang ada akibat kejadian ini telah dipenuhi oleh pihak SMGP. PT SMGP harus melakukan perbaikan dan Ditjen EBTKE telah memberikan rekomendasi, dan pengawasan ketat akan dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi ini dilaksanakan dengan benar.

“Terakhir apa yang akan kami lakukan, saya akan memastikan penanganan pemulihan dampak kejadian ini selesai, jadi kami sedang melakukan audit penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagai bentuk dari sisi nasionalnya, saya di Kementerian sedang mempercepat penetapan rancangan Permen ESDM terkait keselamatan dan kesehatan kerja sarta perlindungan lingkungan panas bumi”, pungkas Dadan.

Bahwa dari sisi regulasi jika diurut mulai dari Undang-Undang sampai ke Peraturan Dirjen EBTKE itu telah ada dan diterbitkan untuk memastikan aspek-aspek pengusahaan termasuk dari sisi keselamatan dilakukan dengan baik termasuk pengaturan sanksinya. Perdirjen EBTKE tahun 2015 telah mengatur dengan jelas terkait pengangkatan Kepala Teknik Panas Bumi, sebagai perwakilan dari Kementerian khususnya dari Direktorat Jenderal EBTKE untuk memastikan day by day pelaksanaan dari aspek keselamatan kerja dilakukan dengan baik. Berbagai standar keteknikan (SNI) dan standar kompetensi juga telah ada dan berlaku, termasuk prosedur pengawasan dan operasionalnya.

“Jika hal ini terjadi disini maka belum tentu terjadi di tempat lain. Saya baru saja berkunjung ke Kamojang dan tahun ini PLTP Kamojang akan berulang tahun ke-39. Selama ini aman, tidak ada masalah dari sisi safety dan tentu karena dijaga dengan baik”, ungkap Dadan. Ia menambahkan, bahwa paparan gas H2S hanya terjadi 1 kali di tahun 2016 pada saat buka sumur ijen 01 di lapangan menko ijen, korban luka ringan dan tidak memerlukan rawat inap.

Dadan berharap kejadian fatal di Sorik Marapi tidak terulang kembali, dan aspek-aspek yang menjadi penyebab kejadian seperti yang telah disampaikan tidak terjadi dan menjadi perhatian penting para pengembang panas bumi lain. Dengan peristiwa ini, Dadan berharap tidak muncul pesimisme dan isu negatif di publik terkait pengembangan panas bumi di Indonesia. Mengingat potensi dan kontribusi sektor panas bumi yang luar biasa bagi perekonomian nasional dan masyarakat. (DLP)

Leave a Reply