Upaya dugaan pemindahan alur Sungai Gambir yang ada di Desa Lubuk Betung, Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat oleh perusahaan tambang PT Bima Putra Abadi Citranusa (BPAC) mendapat sorotan aktivis Koalisi Kawal Lingkungan Hidup Indonesia (KAWALI) Sumsel.
Mereka mendatangi warga di sejumlah desa yang dilintasi sungai tersebut dan terdampak pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan Bomba Grup itu. Diantaranya Desa Teluk Betung, Tanjung Beringin, Talang Akar dan Padang Lamo.
Dijelaskan Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah, timnya yang turun ke areal sekitar operasional perusahaan itu menemukan fakta bahwa perusahaan diduga telah melakukan upaya pemindahan alur sungai tersebut tanpa izin. Salah satunya dengan melakukan penggalian parit di dekat sungai Gambir yang akan menjadi tempat mengalirnya air dari sungai tersebut.
Padahal menurut Chandra Sungai Gambir selama ini digunakan warga untuk keperluaan sehari-hari. Mulai dari pengairan sawah dan ladang hingga mandi, mencuci dan kebutuhan lainnya.
“Sungai Gambir ini masih jadi sumber kehidupan warga untuk aktivitas sehari-hari. Sehingga sebagian besar dari mereka menolak rencana pemindahan alur sungai tersebut,” kata Chandra saat dibincangi, Kamis (22/12).
Apalagi, kata Chandra, rencana pemindahan alur sungai tersebut belum mendapat restu dari Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) Wilayah VIII Palembang. “Kabarnya rencana ini juga belum dapat izin. Ada baiknya jangan diteruskan. Sebab akan mengganggu aktivitas warga serta merusak ekosistem,” terangnya.
Dijelaskan Chandra, pemindahan alur sungai telah diatur dalam PP No.38 Tahun 2011 tentang Sungai. Dalam pasal 57 menyebutkan: (1) Setiap orang yang akan melakukan kegiatan pada ruang sungai wajib memperoleh izin; (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pelaksanaan konstruksi pada ruang sungai; b. pelaksanaan konstruksi yang mengubah aliran dan/atau alur sungai; c. pemanfaatan bantaran dan sempadan sungai; d. pemanfaatan bekas sungai; e. pemanfaatan air sungai selain untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada; f. pemanfaatan sungai sebagai penyedia tenaga air; g. pemanfaatan sungai sebagai prasarana transportasi; h. pemanfaatan sungai di kawasan hutan; i. pembuangan air limbah ke sungai; j. pengambilan komoditas tambang di sungai; dan k. pemanfaatan sungai untuk perikanan menggunakan karamba atau jaring apung.
KAWALI Sumsel, lanjut Chandra, juga menyatakan sikap menolak rencana pemindahan alur sungai tersebut. Mereka mendesak BBWSS Wilayah VIII Palembang, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel, serta Kementerian ESDM untuk menjatuhkan sanksi kepada perusahaan.
“Upaya yang dilakukan perusahaan ini jelas ilegal karena tanpa izin. Kami dorong instansi terkait untuk memberikan sanksi kepada perusahaan,” tegasnya.
Selain Sungai Gambir, BPAC juga pernah mendapat protes warga atas dugaan pengrusakan lingkungan di kawasan Kecamatan Merapi Selatan. Mulai dari pencemaran lingkungan pada Aek Sehile (Sungai Serelo), sampai dugaan pemindahan alur sungai pada Aek Hasam (Sungai Hasam) yang diduga tidak dilakukan sesuai pertek. Akibatnya, warga merasakan imbas berupa banjir saat musim penghujan tiba.
Warga yang protes sampai mendatangi DPRD Lahat sehingga langsung mendapat sorotan dan membuat Pemkab Lahat sempat turun tangan. Kepada awak media saat itu, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lahat, Mirza Azhari ST, melalui Kabid Sumber Daya Air, Fery Wisnu membenarkan terjadinya permasalahan ini.
Namun, disebutkan bahwa kajian pemindahan alur sungai ini secara resmi belum dimiliki oleh PT BPAC. Akan tetapi, karena sungai tersebut berukuran kecil dan berada di areal IUP perusahaan tersebut pemindahan tetap dilakukan.
Belakangan, dalam perbaikan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap tanggul terkait perubahan alur sungai ini, operasional sempat disetop sehingga mengakibatkan ratusan pegawai yang merupakan warga Merapi Selatan dirumahkan.