JAKARTA, MediaGaruda.Co.Id – Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI) menjelaskan Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi alam dan keaneka ragaman hayati. Hal itu yang menjadikan indonesia sebagai negara yang eksotis. Namun selain eksotis pada keindahannya, indonesia juga menjadi negara yang eksotis pada pemanfaatan Sumber Daya Alamnya. Seperti salah satunya pada pemanfaatan hasil hutan, baik Hasil Hutan Kayu (HHK) ataupun Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Potensi hasil hutan ini menjadi suatu hal yang sangat seksi untuk dimanfaatkan baik untuk kepentingan kesejahteraan masyarakatnya, ataupun kepentingan komersil bagi kalangan pengusaha.

Salah satu jenis pemanfaatan potensi hutan adalah Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu pada penyadapan getah pinus. Namun pada pemanfaatannya harus tetap mengacu kepada regulasi yang berlaku, kelestarian lingkungan, dan hak-hak masyarakat sekitar kawasan hutan. Rencana pemungutan HHBK dari penyadapan getah pinus ini terjadi di Taman Nasional Gunung Ciremai, yang rencananya akan dikelola oleh pihak swasta untuk kepentingan komersil.

“Namun rencana ini ditolak secara tegas oleh kelompok AKAR, dan beberapa kalangan masyarakat lainnya,”kata Fatmata Juliansyah
Manager Advokasi dan Kampanye KAWALI, yang diterima MediaGaruda.co.id, Minggu (3/4/2022) petang ini.

Dia melanjutkan bahwa, masyarakat sekitar kawasan gunung Ciremai, menggantungkan hidup dan mata pencahariannya di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, selain itu apabila terjadi dampak lingkungan di sekitar kawasan maka yang terkena dampaknya lebih dulu adalah masyarakat, jadi sangat berhak bagi mereka agar aspirasi dan argumentasinya didengarkan.

PT. RINAYA dinilai oleh masyarakat dan kelompok AKAR melakukan berbagai upaya persuasif agar masyarakat menyetujui adanya rencana penyadapan getah pinus tersebut, tanpa mempertimbangkan resiko kerusakan hutan dan tanpa adanya keterlibatan masyarakat setempat dalam kegiatan tersebut.

“Hal lain yang dikhawatirkan adalah privatisasi lahan oleh perusahaan yang akan terjadi apabila rencana ini dilanjutkan dan mendapatkan izin,”kata Fatmata.

Pemanfaatan hutan diatur pada UU No. 41/1999 dan PP No. 6/2007 yang mana disebutkan bahwa dalam hal pemanfaatannya harus dilakukan dengan tetap menjaga kelestariannya, dan dilakukan secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat. Pada pasal 30 UU tersebut disampaikan bahwa setiap BUMN, BUMD, dan Swasta yang memperoleh izin usaha pemanfaatan, diwajibkan untuk bekerjasama dengan koperasi masyarakat setempat. Kemudian pada pasal 18 PP tersebut disampaikan bahwa pemanfaatan hutan dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan kecuali pada cagar alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman nasional. Maka selanjutnya sebelum rencana pemungutan HHBK ini dilanjutkan,

“KAWALI menghimbau kepada para pihak yang bersangkutan untuk tidak terburu-buru dalam pelaksanaannya. Selain untuk mempertimbangkan dalam segi regulasi, penolakan dari masyarakat juga harus didengar karena itu merupakan hak mereka dalam menyampaikan argumentasinya,”ungkapnya.

Masyarakat setempat sekitar kawasan adalah komunitas yang bersentuhan langsung dan menggantungkan mata pencahariannya terhadap hasil hutan, maka sangat penting dan perlu untuk memperhatikan setiap hak yang dimiliki olehnya. Jadi pemerintah terkait dan para pihak yang terkait, tidak bisa mengambil keputusan dengan terburu-buru, atau dengan hanya mempertimbangkan keuntungan komersil saja,

“tetapi yang paling utama adalah kelestarian alam dan kepentingan kesejahteraan masyarakat,” harap Fatmata.

Leave a Reply