Koalisi KAWALI Indonesia Lestari (KAWALI) mendorong dan mengajak seluruh stakeholder baik pemerintah daerah,pusat, komunitas, masyarakat dan industri untuk melakukan pemulihan lingkungan dan memerangi krisis iklim yang sedang terjadi saat ini.
“Maka itu perlu adanya pemulihan lingkungan seperti yg dilakukan KAWALI salah satunya dengan cara menanam mangrove, yang dapat menjadi adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal,” Fatmata Juliansyah, Manager Advokasi KAWALI Nasional, dalam keteranganya di Jakarta, Jumat (17/12).

Dari hasil pemantauan lingkungan yg dilakukan KAWALI di kawasan pantai bahagia muara gembong, banjir rob terjadi karena banyaknya sampah yg menumpuk, rusaknya kawasan mangrove sekitar pesisir pantai dan krisis iklim yg menyebabkan naiknya air laut.
Terkait hal tersebut, menurut Fatmata, Koalisi KAWALI Indonesia Lestari melakukan kegiatan environmental monitoring pasca banjir rob di daerah jabodetabek, serta melaksanakan penanaman bibit mangrove sebanyak lebih dari 1.000 bibit.

“Kegiatan ini dilakukan di lokasi yang cukup sulit diakses melalui jalur darat, dan tidak terjangkau oleh sinyal tepatnya di Pantai Bahagia Desa Muara Gembong Kabupaten Bekasi untuk melakukan pengamatan dan observasi terkait permasalahan warga yang terdampak di kawasan muara,” tuturnya.
Fatmata mengatakan, lokasinya yang berada di muara juga menjadi tempat bermuaranya sampah-sampah yang berasal dari daerah sekitarnya, serta kawasan mangrove rusak memperparah dampak banjir akibat tingginya air laut, hal ini terlihat dari beberapa daerah di desa yang sudah tenggelam, serta kuburan yang digenangi oleh air.
“Tingginya air laut merupakan salah satu dampak dari krisis iklim yang sedang berlangsung dan mengancam keberlangsungan makhluk hidup di dunia.
Permasalahan lingkungan tsb membuat KAWALI melakukan kegiatan ini,” tuturnya.
Ia menambahkan, penanaman mangrove dilakukan di desa muara gembong bertujuan untuk pemulihan kawasan mangrove yang rusak di daerah tersebut, serta untuk membantu meningkatkan ekonomi lokal warga sekitar yang mata pencahariannya sebagai nelayan dan pedagang.

Fatmata menuturkan, kawasan mangrove selain dapat membantu meningkatkan tangkapan ikan, udang, kepiting, dan kerang, juga dapat berfungsi sebagai kawasan resapan karbon di daerah pesisir (blue carbon) sebagai adaptasi perubahan iklim, karena hutan mangrove dapat menyerap dan menyimpan karbon lebih banyak dibandingkan hutan tropis lainnya, serta buah mangrove yang dapat dimanfaatkan menjadi olahan sirup, selai, kripik, serta menjadi zat warna alami untuk kain batik.
Selain itu, lanjut Fatmata, sirup mangrove memiliki manfaat untuk mengobati panas dalam, sariawan, mencegah flu dan menjaga kestabilan tubuh, sehingga banyak masyarakat yang mencari minuman ini untuk dikonsumsi. Namun karena masih banyak pula yang kurang paham tentang manfaat tanaman mangrove, membuat banyak pihak masih memandang sebelah mata dan tidak menjaga/melestarikan tanaman ini.
“Manfaat dari mangrove sendiri nyata dirasakan oleh warga sekitar yang mengaku bahwa dapat meredam angin kencang yg dapat merusak atap rumah warga, menahan air laut masuk ke kawasan perumahan warga, meningkatkan tangkapan nelayan, dan meningkatkan UMKM lokal dari hasil olahan mangrove, pengakuan tersebut diungkapkan oleh ibu Alfiah warga asli desa muara gembong,” terangnya.